ANAK PULAU

Bagai mendapat durian runtuh!

Namaku Adit Syamsul Nasir tercantum didaftar anak-anak yang mendapat beasiswa kuliah di Universitas-universitas  ternama diIndonesia.
Setelah kupastikan namaku ada dipapan pengumuman dan tak kuhiraukan orang-orang yang ada disekitarku aku teriak sekuat tenagaku.
“maaak, Adit lulus!!!!!!!!!!!!!”

Semua mata tertuju padaku tapi tak kuhiraukan aku lansung bergegas pulang untuk memberitahu kedua orang tuaku tentang kabar yang akan membuat mereka bangga padaku.
Ku lewati pohon kelapa dan cengkeh yang berbaris rapi bagaikan sekelompok prajurit yang bersiap untuk mengikuti upacara bendera dan lautan biru yang mengodaku untuk terjun dan berenang didalamnya tapi sayang aku tidak punya waktu untuk itu, aku harus segera tiba dirumah.
“Maaak….” Teriakku sambil ngos-ngosan seperti aku telah kehilangan uang 1 milyar
Semua orang didalam rumah, ayahku, kakakku , termasuk ibuku tergesa-gesa melihatku.
Mereka khawatir jika terjadi sesuatu kepadaku
kau ngape dek, somboi e???”(somboi=kesurupan) ledek kakakku
“Mak adit dopot beasiswa kuliah kot Jakarta..” (mak adit dapat beasiswa diJakarta) ceritaku dengan semangat
Seperti matahari yang tiba-tiba tertutup awan gelap begitu lah terharunya ibuku ketika tahu aku mendapatkan beasiswa itu.
Bahagia sekaligus Sedih itulah yang ada dalam hati keluargaku, bahagia karena aku akan segera menggapai cita-citaku, sedih karena aku akan merantau dan akan jauh dengan mereka.
Tetes demi tetes air mata ibuku mengalir dipipinya dipeluknya erat tubuhku yang kurus seakan-akan dia tidak percaya aku seorang anak miskin yang berusaha dengan sekuat tenaga bekerja sebagai pemotong getah karet setiap pulang sekolah untuk menyambung hidup dan sekolah bisa mendapatkan beasiswa kuliah disalah satu Universitas ternama di Indonesia dengan jurusan yang telah lama aku impi-impikan yaitu Teknologi dan Informatika.
Kenapa aku memilih Jurusan itu karena aku bercita-cita untuk membuat pulauku yang terpencil ini bisa mendapatkan informasi yang up to date, mengenal teknologi dan tidak ketinggalan dengan daerah-daerah yang ada di Indonesia,tidak seperti sekarang, untuk mengetahui berita terkini atau sekedar melihat tontonan favorit saja kami harus menumpang kerumah tetangga yang satu-satunya mempunyai televisi.Sungguh ironis memang tapi itu lah kenyataannya.
Kurasakan air matanya jatuh dikepalaku, terhenyu melihat ibuku menangis, tanpa terasa pipiku telah basah oleh air mataku, namun selama dalam pelukan ibuku ada hal yang tak pernah aku lihat selama aku menghirup udara didunia yaitu melihat ayahku menangis.
Sosok lelaki yang sangat tegar, bertangung jawab dan berkerja keras untuk menghidupi kami sekeluarga ternyata meneteskan air mata karena terharu melihat awal kesuksesanku.
Tak sia-sia aku memberimu makan. Itu pikirku yang ada dalam hatinya saat itu.
Byyyyaaaaarr…..!!!! seperti kaca yang ditembak Shotgun begitulah lamunanku pecah saat ibuku mengeluarkan kata pertamanya.
“dit, satu cume pesan mak osah degel-degel tempat orang, mak dok dopot nak beghik kau ape – ape, nak ngeghemkah kau duet ojok onggo dok bise”. Pesannya kepadaku yang masi larut dalm tangisannya.
(dit, satu pesan ibu,jangan nakal-nakal tempat orang mak tidak bisa memberi kamu apa-apa, untuk mengirimi kamu uang saja mungkin tidak bisa).
Mendengar perkataan ibuku aku hanya bisa menganggukan kepala sembari membersihkan ingus dari hidungku yang dari tadi telah mengalir deras seperti sungai, sedangkan ayah dan kakaku hanya diam membisu dan meng amin kan perkataan ibuku.

~ O o O o O ~

TOOOOOOOOOOOOOOOTTTTTTTTTT…..
“Di beritahukan kepada para pengunjung dan pedagang yang tidak berkepentingan diharap turun dari kapal karena sebentar lagi KM. Bukit Raya akan diberangkatkan, Terima kasih”
Berakhirnya stem dan perkataan dari awak Kapal Muatan satu-satunya yang singgah dipulauku, berakhir juga kebersamaanku dengan keluarga yang kucintai.
osah lopak pesan mak” (jangan Lupa pesan ibu)
“ye, mak” jawabku kepada ibuku yang mengingatkan lagi tentang pesannya kepadaku sambil mengusap air mata dipipinya.
kagek wak  osah lopak balek, dit” (nanti kamu jangan lupa pulang, dit)
tambah Toni salah satu sahabatku yang mengantarku ke kapal.
Sahabat yang selalu melewati kondisi apapun disampingku, Sahabat yang selalu ada disaat pilu sekalipun, pergi sekolah berjalan kaki bersama, dan selalu bersama saat lelah menerpa kami dan beristirahat dibawah jejeran pohon kelapa dan hamparan laut yang biru.
Pasti wak.. kawan dok kah lopak dengon polau kite, polau yang buot kawan jadi macam ne. (pasti,saya tidak akan lupa dengan pulau kita, pulau yamg membuat sat bisa seperti ini)
Sambil mengusap air mata yang tidak bisa ku bendung dari rumahku.
Mereka pun mulai melangkah turun dari kapal sekaligus meninggalkanku sendiri.
Aku seorang anak dengan kehidupan kerasku tidak mampu untuk melawan butiran – butiran air mata yang berlinang dikelopak mataku melihat Mereka yang mulai melangkah turun dari kapal sekaligus meninggalkanku sendiri.
Bagai berada ditengah – tengah Laut Cina Selatan aku mulai merasakan kesendirian tanpa keluargaku, padahal ini baru awal dari perjalanan cita-citaku.
“dit..!!!” tiba-tiba bahuku ditepuk oleh seseorang yang ternyata teman seperjuanganku.
“kite keatas yok” ajaknya.
”yok..lah” aku pikir ada baiknya aku ikut keatas lambung kapal sembari melihat keluarga dan pulauku yang akan lama aku tinggalkan.
Kapal berlahan memutar haluan untuk meninggalkan pulau kecilku, memang berat rasa hatiku untuk meninggalkan keluarga dan pulau yang menjadikan aku setegar karang, pulau yang mengajarkan aku kemandirian dan juga pulau yang memberikan aku ketenangan.
Saat mataku berkeliaran memandangi betapa indahnya pulauku, akupun teringat akan betapa sedih dan pilunya kehidupanku disana, disalah satu sudut pulau Antang, Kota Tarempa, Kepulauan Anambas. Dimana aku harus berjalan kaki melewati jalan setapak berhiaskan dengan pohon besar yang bermacam jenis, pohon kelapa dan cengkeh serta hamparan laut yang biru seakan ada yang menumpahkan 500 Ton tinta biru didalamnya.
kami (saya) haros cepat balek untok bangon pulau kami ne dengon ilmu yang ku dopot…maak..ayah adit pasti buat ketak bangga…” ucapku pelan sambil melihat birunya lautan dan hijaunya gunung pulauku.
Selamat tinggal pulauku…tunggu aku pulang, ucapku dalam hati sambil menggengam erat tanganku.

Bersambung......

No comments:

Post a Comment

BUMI YANG TERLUKA